Upaya Strategis Meningkatkan Kemandirian Petani


Foto: Zaiyadi Usman - Abang Amri (Petani) Sudut Persawahan Blang Bayu
Muda Bergerak | Berbagai hambatan klasik usahatani padi sawah yang dihadapi petani adalah sebagai berikut, diantaranya ; 1) belum efesiennya penggunaan input, 2) ketergantuan terhadap input pertanian yang bersifat instan (benih dan pupuk an organik), 3) lemahnya kemampuan pemasaran hasil, merupakan faktor-faktor pembatas peningkatan kesejahteraan petani padi sawah sekaligus hambatan pencapaian swasembada beras berkelanjutan.

Mencermati berbagai faktor pembatas pencapaian swasembada beras berkelanjutan di muka, dibutuhkan upaya strategis yang mudah dilaksanakan.  Masalah konversi lahan dan perbaikan saluran irigasi bagian dari komitmen pemerintah untuk menetapkan kebijakan dan penganggaran pendanaan perbaikan infrastruktur pertanian.  Namun, mengingat petani padi sawah adalah pelaku utama, maka upaya strategis yang paling substansial yakni meningkatkan kemandirian petani agar dapat mengatasi permasalahan klasik di muka.
  1. Kemandirian meningkatkan efisiensi penggunaan input
Efisiensi usaha tercapai ketika usaha dijalankan dengan penggunaan tenaga, waktu, dan biaya sesuai kebutuhan.  Di Indonesia, efisiensi penggunaan input budidaya padi sawah terkendala sempitnya luas lahan sawah rata-rata petani (petani gurem) dan aktivitas budidaya padi masih dilakukan perorangan.
Berbeda dengan Indonesia, kepemilikan lahan rata-rata petani di negara maju seperti Amerika Serikat (200 hektar) dan jepang (20 hektar) menyebabkan peningkatan efisiensi penggunaan input lebih mudah dicapai (Pakpahan, 2008).  Semakin luas lahan usahatani, penerapan mekanisasi pertanian terutama dalam pengolahan lahan dan panen akan lebih efisien karena dapat dilakukan lebih cepat.  Dengan keseragaman waktu tanam, maka penentuan sistem tanam, pengaturan pola tanam, penanganan panen dan pasca panen, serta pemasaran hasil dapat dilakukan dengan manajemen yang lebih baik.  Begitu pula efisiensi biaya dalam pengadaan sarana produksi (saprodi) seperti benih dan pupuk akan semakin tinggi seiring tingginya volume input yang diadakan.
Mengingat rata-rata petani di Indonesia berlahan sempit (<0,35 hektar), maka peningkatkan kemandirian petani guna memaksimalkan efisiensi usahatani padi sawah diperlukan kebersamaan usaha.  Petani padi sawah yang rata-rata berlahan sempit perlu diorganisir agar mau melakukan kegiatan usahatani dalam satu manajemen usaha terpadu berbentuk Badan Usaha Milik Petani.

2. Kemandirian dalam pengadaan input pertanian
Ketersediaan input pertanian secara lokal merupakan salah satu syarat wajib pembangunan pertanian (Mosher, 1966 dalam Mubyarto, 1989).  Benih dan pupuk merupakan input pertanian pokok dalam budidaya padi.  Semakin unggul benih serta semakin berimbang pupuk yang digunakan, produksi yang dicapai akan semakin tinggi pula.  Namun, kenyataannya keberadaan benih unggul dan pupuk an organik tidak diproduksi secara lokal, sehingga ketersediaannya bergantung pada suplay dari produsen.  Seiring waktu, ketersediaan benih unggul lokal dan pemanfaatan pupuk organik semakin berkurang.  Kini petani sangat bergantung pada benih unggul dan pupuk an organik produksi perusahaan penyedia sarana pertanian.
Di sisi lain, upaya pemerintah memberi petani benih dan pupuk, hanya bersifat sementara.  Perlu disadari, bahwa menciptakan swasembada beras agar berkelanjutan tidak cukup dengan memberi bantuan saprodi kepada petani serta perbaikan infrastruktur fisik saja, melainkan perlu menumbuhkan kemandirian petani.  Gencarnya pemberian bantuan benih dan pupuk, justru akan berimplikasi pada lemahnya kemandirian petani.
Ketersediaan benih unggul secara lokal merupakan upaya yang mulai ditempuh dewasa ini dengan mendorong petani menjadi penangkar benih (program 1000 desa mandiri benih).  Upaya ini lebih berorientasi pemberdayaan petani dan mengedepankan aspek kemandirian.  Dengan pola ini, benih unggul dapat tersedia secara lokal, sehingga murah dan mudah didapat.
Selanjutnya, upaya meningkatkan kemandirian petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk dapat ditempuh melalui penggiatan integrasi ternak dengan tanaman.  Adanya integrasi ternak dan tanaman merupakan pola usahatani yang ideal dikembangkan guna meningkatkan kemandirian petani agar terlepas dari ketergantungan terhadap pupuk an organik.  Dengan beternak, petani berpeluang memperoleh kotoran padat dan cair sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik.
3. Kemandirian dalam pemasaran hasil
    Pemasaran hasil adalah faktor terakhir penentu pendapatan petani dalam berusahatani.  Tingginya produksi saja tidak menjamin tingginya pendapatan jika petani tidak menguasai pemasaran hasil.  Umumnya petani padi sawah di Indonesia memasarkan hasil secara perorangan yang menyebabkan lemahnya posisi tawar, sehingga harga ditentukan pihak pembeli.  Dengan demikian, peningkatan kemandirian petani dalam pemasaran hasil hanya akan terjadi apabila petani mau bersatu memasarkan hasil bersama (kolektif).
    Merujuk kepada permasalahan di muka, kemandirian petani dapat terjadi apabila petani telah mampu meningkatkan efisiensi penggunaan input melalui kebersamaan usaha, mampu menyediakan input pertanian secara lokal (khususnya benih dan pupuk), serta mampu memasarkan hasil bersama-sama.  Salah satu upaya yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan kemandirian petani padi sawah yakni mendorong petani agar mau melakukan kegiatan budidaya dalam satu manajemen usaha yang terpadu, terorganisir, dan terkontrol dengan baik.  Sudah adanya kelembagaan tani seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan modal sosial yang harus diberdayakan.  Meningkatkan kemampuan Gapoktan untuk lebih berdaya dalam menjalankan fungsi-fungsi organisasinya, dibutuhkan kegotongroyongan permodalan yang lebih kuat.  Gapoktan harus di dorong agar mampu berkembang menjadi badan usaha yang mampu bergerak pada semua sub sektor agribisnis, sehingga tidak lagi berperan sebagai penyuplay produksi pertanian primer saja, tetapi juga perlu direkayasa agar mampu mengakses permodalan, menyediakan sarana produksi, serta mampu memasarkan hasil produksi secara bersama seperti dilansir seperti dilansir litbang.pertanian.go.id.
    disusun oleh : Erdiansyah
    (Calon Penyuluh Pertanian Pertama BPTP Lampung)
    Sumber :
    Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian Jilid III. LP3ES. Jakarta.
    Pakpahan, A. 2008. Badan Usaha Milik Petani sebagai Sarana Gotongroyong Usaha untuk Kemajuan Petani. www/apps/scribd/tmp/scratch7/10267034, diakses tanggal 20 Oktober 2012.
    Sumber : litbang.pertanian.go.id


    Komentar

    Postingan populer dari blog ini

    Umat Muslim Sedunia Meriahkan Maulid Nabi 1439 H

    Introducing

    Mau Aman Makan Mi Instan? Begini Cara Hilangkan Kandungan MSG-nya